Dimulai dengan hal yang sepele: GULING. Benda perlengkapan tidur ini merupakan ciptaan orang Belanda. Orang-orang Inggris menyebutnya 'Dutch Wife' sebagai bahan olokan karena kebiasaan orang Belanda yang tinggal di Hindia Belanda (Indonesia) memeluk guling bak seorang istri.[1] Benda yang sepele ini buah tangan orang Belanda yang muncul sebagai bentuk 'kerinduan' pada istri mereka nun jauh di sana (Belanda). Meskipun benda itu dahulu dijadikann olokan, kenyataannya, saat ini guling menjadi salah satu bentuk gaya hidup manusia.
Kreasi Belanda untuk negara yang disebut 'Hindia Kami'[2] selanjutnya ialah deretan lagu-lagu Indisch yang dipopulerkan dalam "The Late Lien Show", "Tante Lien", "Kun Je Nog Zingen, "Zing Dan Mee" dan "Tante Lien voor Veteranen". Acara-acara yang bernuansa Indisch itu menampilkan cerita-cerita dan lagu-lagu tentang Indonesia yang dibawakan dengan bahasa Belanda kreol dialek Indisch. Wieteke van Dort adalah artis utamanya. Tema-tema yang sekali lagi terlihat sepele digubah oleh sang pencipta lagu menjadi karya yang mampu mengobati kerinduan akan 'Hindia Kami'. Adakah lagu Indonesia yang bercerita tentang nasi goreng? "Geef Mij Maar Nasi Goreng" adalah judul lagu tentang kuliner khas Indonesia itu. Jika ingin tahu lagu-lagu Indisch lainnya bisa klik di sini.
Anjungan Belanda sebelum terbakar. |
Ketiga. Megaproyek anjungan Belanda yang dipamerkan saat Pameran Kolonial se-Dunia di Paris tahun 1931 menjadi buah bibir masyarakat Eropa waktu itu. Kegilaan dan kegigihan sang arsitek anjungan ini patut diacungi jempol karena ia dua kali membuat anjungan dengan desain rumit itu dalam waktu tak sampai enam bulan. Anjungan Belanda yang pertama sempat terbakar lalu digantikan dengan anjungan kedua. Tak hanya itu, kesenian dan budaya khas Indonesia (Jawa dan Bali) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Eropa. Terlepas dari pro-kontra pada masa itu proyek 'gila' ini telah memperkenalkan Indonesia di dunia Barat.
Proyek pengendalian banjir Jakarta merupakan wujud solusi kreatif orang-orang Belanda yang perlu diperhitungkan meski usaha itu belum mampu menghentikan kedahsyatan banjir di Jakarta. Sketsa-sketsa dibuat oleh insinyur-insinyur mumpuni untuk meciptakan kanal atau pintu air guna membendung laju banjir. Pintu Air Karet dan Pintu Air Matraman merupakan hasil dari sketsa-sketsa itu.[3]
Buah tangan terakhir yang menurut saya menjadi 'harta karun' yang tak ternilai ialah KITLV. Disitulah letak rekam-jejak sejarah yang mengaitkan Indonesia dengan Belanda. Manajemen penyimpanan dan pengelolaan yang terbuka mempermudah untuk menjangkaunya guna menguak sejarah yang bagai 'batang terendam', tenggelam di dalam dasar sungai dan tak terjamah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar