Jumat, 01 Januari 2016

Belajar Fotografi

Ketertarikan itu sebuah perkara yang terkadang sepele. Entah dari mana asalnya ia muncul, tetapi sudah mengubah haluan hidup seseorang. Jeprat-jepret dalam sehari sudah mengubah hidup saya akan keyakinan orang terkasih. Bukan perkara suka selfie atau narsis ala generasi alay lalu tertarik pada fotografi, apalagi sekedar ikuti trend. Lebih dari itu. Kehidupan yang lebih baik dari dunia fotografi. Yah, pada dasarnya saya dan orang terkasih sedang belajar fotografi untuk masa depan yang cerah.
 
Jepretan pertama, seekor kucing lagi ngadem dari terik matahari (by Herma Yulis).

Minggu, 03 Mei 2015

Belajar Mengajar

Guru bukanlah cita-citaku dari kecil. Sewaktu kecil, sering bermain 'guru dan murid' dengan adik bungsu dan seorang tetanggaku. Aku gurunya dan mereka berdua muridnya. Meski begitu, tak pernah sekalipun tertarik menjadi guru, selain guru TK dengan alasan anak-anak TK itu lucu dan jika kita hendak marah pasti tak tega. Profesi guru TK pun akhirnya pernah kujalani meski hanya sebentar sebagai pengisi waktu saja. Itu pun tak benar-benar menjadi guru sebab posisiku hanya sebagai pendamping guru, tetapi sedikit banyak aku memahami karakteristik anak-anak TK. Digelayuti anak TK adalah hal yang paling menyenangkan.

Kamis, 20 Juni 2013

Merangkai Kerinci (2): Antara Sigindo dan Depati

Seperti pertanyaan yang ditulis pada bahasan sebelumnya: Lebih tua mana antara pemerintahan Sigindo dengan Depati? Meski hanya berbekal sumber-sumber dari internet, setidaknya rangkaian dasar dari wilayah Kerinci sudah bisa diraba. Sumber pemerintahan Depati yang kuperoleh kemarin berasal dari Tambo Alam Kerinci yang digubah oleh Iskandar Zakaria. Walaupun kata tambo berasa dari bahasa Sanskerta, namun kebanyakan tambo dituliskan pada masa Islam.

Rabu, 19 Juni 2013

Merangkai Kerinci (1): Identitas yang Terbelah

Menelusuri suatu hal yang membuat penasaran memang sangat mengasyikkan. Siang ini, sehabis bertandang ke sekolah di saat libur akhir tahun pelajaran, aku mampir selama dua jam di perpustakaan daerah Batanghari. Dibandingkan pertama kali aku menyambanginya, rumah buku itu kondisinya lebih baik. Sudah banyak buku-buku baru yang tertata rapi di sana. Namun, sangat disayangkan buku-buku terbitan beberapa puluh tahun silam teronggok rapi di lantai antara dua rak buku. Rak buku sejarah terisi dengan buku-buku sejarah terbitan baru. Hatiku berkata bahwa aku harus membongkar onggokan buku lama itu, pasti ada sesuatu di sana. Ternyata benar, Tak sampai 50 buah buku proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah yang dihimpun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1984 tersusun dari bawah ke atas. Kuangkat satu persatu tumpukan buku itu. Mata dan tanganku langsung terhenti pada sebuah buku proyek berjudul Tambo Sakti Alam Kerinci jilid 1. Kubuka-buka sejenak, lalu kulanjutkan membongkar. Selain tambo itu, kuambil dua lainnya.
Buku Tambo itu rupanya ada 5 jilid, tapi yang kutemui hanya jilid 1, yang lain tak tahu rimbanya, mungkin karena tidak tersimpan dengan baik. Berdasarkan susunan Tambo dalam proyek di masa Orde Baru ini, jilid 1 berisi tentang sistem dan tata cara adat Kerinci; jilid 2 tentang kebudayaan rohani dan jasmani orang Kerinci; jilid 3 tentang sejarah Kerinci dari masa ke masa; jilid 4 tentang seni budaya Kerinci (dokumentasi); serta jilid 5 tentang salinan prasasti kuno Kerinci.

Kata-Kata Perandaian

Aku manusia yang penuh dosa. Makhluk yang tersesat. Tahu cara kembali namun tak juga beranjak pergi dari kegelapan yang menyelimuti.
Kesedihan ini sangat menyiksa. Tak ada manusia tepat yang bisa mendengarkanku. Pada siapa lagi aku harus bercerita, untuk lapangkan penat di dada.
Semua terasa tak adil. Bukan, bukannya aku menyalahkan Tuhan. Tuhan sudah sangat baik padaku dengan hembusan nafas ini. Tapi aku tak tahu siapa yang harus kupersalahkan. Diriku? Tak kuasa aku menyalahkan diriku sendiri yang malang ini, apalagi manusia lain. Menyalahkan takdir? Sama saja aku menyalahkan Tuhan. Artinya aku tak boleh menyalahkan siapapun.
Seandainya aku bisa berkomunikasi dengan Tuhan layaknya aku berkomunakasi dengan manusia, aku akan menangis, bercerita dan meminta-Nya memelukku. Sayangnya, komunikasi itu hanya banyangan saja, bukan sesuatu yang nyata.
Ketika manusia menciptakan media untuk mengungkapkan rasa yang ada, sebagian manusia tak menyukainya. Dituduhnya aku menyebarkan aibku sendiri, padahal mereka tidak tahu persis apa yang sedang terjadi pada diriku. Jika mulut manusia bisa dibungkam dalam persoalan sepele seperti itu, mungkin aku tak akan seterpuruk ini. Telingaku tak mungkin kutulikan, dan mataku tak mungkin kubutakan. Aku pasti mendengarkan dan membaca kritikan manusia lain. Aku kasihan pada diriku dan manusia-manusia lain yang bernasib sepertiku, yang tak memiliki seseorang yang mau mendengarkan, menemani dan memeluknya di titik terendahnya. 
Akhirnya, ia pun hanya bisa dengarkan lagu-lagu kesedihan sembari tuliskan kata-kata perandaian.

Rabu, 15 Mei 2013

Pilih(an)


Jika sastra adalah jalan akhir untuk mengungkap kebiadaban, ketiadakadilan dan keserakahan, tak apalah. Jadikan ia senjata pamungkas. Saat tangan terbelenggu oleh bakti pada manusia yang membuat ada. Ketika mulut dibungkam birokrasi yang menjengahkan. Kala orang-orang tak menghiraukan siulan dan teriakan. Percaya ia akan dibaca dan menjadi secuil bongkah kehidupan negeri raya ini.

Jika rasa iba adalah satu-satunya media mengoyak kebohongan, kemunafikan dan kecurangan, apa boleh buat. Jadikan ia perisai hati yang membentengi dari kenikmatan benda-benda yang kelak mewujud gunungan artefak setelah ketiadaan. Membelalakkan mata mempertajam bagi pembeda antara hitam, abu-abu dan putih. Mengarahkan batin pada manusia-manusia yang terasingkan.

Jika segala upaya tak lagi memungkinkan, tak lagi bisa digerakkan. Bukan berarti tak ada pilihan. Selagi ada pilihan, tersulit, terhimpit sekalipun. Makhluk kecil tentu masih diberi waktu memilih di akhir denyutnya.

2013

Senin, 13 Mei 2013

Dewa Guru

Siswa tak naik kelas, salah guru
Siswa nakal, salah guru
Siswa tak lulus, salah guru
Siswa tak beretika, salah guru

Ujian Nasional bobrok, salah guru
Standar rendah, salah guru
Kurikulum tak jalan, salah guru
Sekolah bobrok, salah guru
 
Dikasih duit kurang, mulut berkoar
Dikasih duit lebih, jadi royal
Lagi-lagi salah guru

Rabu, 08 Mei 2013

Pelabuhan CINTA itu Ada di Belanda


Pernah jatuh cinta? Bisa dipastikan pernah, karena cinta merupakan perasaan dasar yang dimiliki manusia. Sebagai sang pencinta tentu akan melakukan apapun bagi yang dicinta. Sampai di ujung dunia pun, jika sang kekasih berada maka kita akan berusaha meraihnya.

Wirausahawan, penemu dan pionir layaknya sang pecinta yang tergila-gila dengan pemikiran, ide-ide dan kreatifitas sebagai kekasihnya. Mereka akan melakukan apapun untuk bisa mewujudkan mimpi melalui pergumulan yang menghasilkan karya-karya sebagai buah hati.
IDEA + ACT = CREATION