Jika
sastra adalah jalan akhir untuk mengungkap kebiadaban, ketiadakadilan dan
keserakahan, tak apalah. Jadikan ia senjata pamungkas. Saat tangan terbelenggu
oleh bakti pada manusia yang membuat ada. Ketika mulut dibungkam birokrasi yang
menjengahkan. Kala orang-orang tak menghiraukan siulan dan teriakan. Percaya ia
akan dibaca dan menjadi secuil bongkah kehidupan negeri raya ini.
Jika
rasa iba adalah satu-satunya media mengoyak kebohongan, kemunafikan dan kecurangan,
apa boleh buat. Jadikan ia perisai hati yang membentengi dari kenikmatan
benda-benda yang kelak mewujud gunungan artefak setelah ketiadaan. Membelalakkan
mata mempertajam bagi pembeda antara hitam, abu-abu dan putih. Mengarahkan
batin pada manusia-manusia yang terasingkan.
Jika
segala upaya tak lagi memungkinkan, tak lagi bisa digerakkan. Bukan berarti tak
ada pilihan. Selagi ada pilihan, tersulit, terhimpit sekalipun. Makhluk kecil
tentu masih diberi waktu memilih di akhir denyutnya.
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar