Belum diketahui siapa penemu bumbu bercitarasa khas ini. Menurutku, Tempoyak ini perlu diteliti lebih lanjut sebab aku juga menemukan blog yang menyebutkan bahwa Tempoyak merupakan makanan khas Kalimatan Barat.[1] Nah, bisa terjadi pengklaiman yang tidak berdasar terhadap bumbu ini jika tidak ditindaklanjuti. Setidaknya, nama Tempoyak asal dari daerah mana?
Berdasarkan situs Wikipedia, Tempoyak diriwayatkan dalam Hikayat Abdullah sebagai makanan sehari-hari penduduk Terengganu. Ketika Abdullah bin Abdulkadir Munsyi berkunjung ke Terengganu (sekitar tahun 1836), ia mengatakan bahwa salah satu makanan kegemaran penduduk setempat adalah Tempoyak. Berdasarkan sejarah yang ada dalam Hikayat Abdullah, Tempoyak merupakan makanan khas dari Malaysia. [2] Itu sedikit bukti, tapi tetap saja menurutku perlu ditelusuri lebih lanjut asal nama Tempoyak.
Sumber: http://wordillusionnewskalimantan.blogspot.com |
Aku hanya bisa beraandai soal penemuan Tempoyak ini. Pengandaianku terkait dengan melimpahnya buah durian yang ada di Jambi. Dalam satu musim, bisa ribuan buah durian dipanen dan tidak semuanya bisa langsung dihabiskan. Setidaknya, buah durian bertahan bisa dimakan sekitar 2 minggu, selebihnya akan terlalu masak dan berubah bentuk menjadi Tempoyak. Ketidaksanggupan mengonsumsi daging buah berduri inilah yang kemungkinan memunculkan ide kreatif untuk mengasamkannya.
Cara mengasamkannya tidak harus menunggu buah itu terlalu matang. Ketika buah durian baru jatuh pun, dagingnya bisa langsung diasamkan. Mengasamkannya dengan menguliti daging durian sebanyak yang dikehendaki dan memasukkannya ke dalam toples. Setahuku, berdasarkan resep mertua, selama diasamkan, toples yang berisi daging durian itu jangan sampai terbuka.
Begini cara mengasamkan daging Durian versi Wikipedia: Adonan tempoyak dibuat dengan cara menyiapkan daging durian, baik durian lokal atau maupun durian monthong (kurang bagus karena terlalu banyak mengandung gas dan air). Durian yang dipilih diusahakan agar yang sudah masak benar, biasanya yang sudah nampak berair. Kemudian daging durian dipisahkan dari bijinya, setelah itu diberi sedikit garam. Setelah selesai, lalu ditambah dengan cabe rawit yang bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak bisa terlalu lama karena akan memengaruhi rasa akhir.
Saya pernah mencobanya dan tidak begitu berhasil, mungkin karena tidak terlalu mengerti cara yang pas dalam mengasamkan karena belum lama menjadi orang Jambi dan memang tak diberi bumbu lain seperti garam dan cabe rawit. Jika berhasil, rasa masamnya bercampur sedikit manis dan gurih, tetapi apabila gagal akan terasa kecut seperti asam Jawa, walaupun takaran sedikit. Jika takarannya banyak, tentu saja sangat terasa masamnya. Itu menurut lidahku.
Aku tak terlalu hobi makan masakan Tempoyak karena masih asing dengan lidah Jawaku. Akan tetapi beberapa kali menikmati masakan Tempoyak, ada beberapa ciri-ciri masakan itu yang aku sukai. Pertama, masakan itu takaran Tempoyaknya pas alias tidak terlalu banyak dan tidak teralalu sedikit. Kedua, masakan itu berupa cabe Tempoyak (sambal) yang sedikit diberi gula sebagai pemanis. Meski tempoyak ada rasa manisnya, tetapi rasa itu samar, lebih kepada masamnya. Aku tidak bisa menggambarkannya secara pasti, karena bumbu ini sangat khas. Dari segi baunya juga tak sama dengan daging buah durian segar. Jika Anda penasaran, berkunjunglah ke Jambi atau ke restoran yang menyediakan menu masakan Tempoyak. Setiap orang pasti memiliki sensasi sendiri-sendiri terhadap rasa masakan Tempoyak sebagai kuliner khas Jambi.
Orang asli Jambi, seperti suami saya, bisa dipastikan sangat menyukai Tempoyak. Tempoyak ini layaknya Tempe bagi orang Jawa. Selagi seleraku belum berubah, Tempe adalah makanan favorit. Jadi Tempoyak sangat identik dengan warga asli Jambi. Jika ada warga Jambi yang tak suka Tempoyak, kemungkinan mereka hanya warga suku lain yang lahir dan besar di Jambi. Misalkan, orang asal Padang, Bugis, Jawa, Aceh dan lainnya yang sudah berdomisili di Jambi. Kenapa aku bisa yakin dengan hal itu, karena tak semua warga pendatang yang lama menetap di Jambi meninggalkan kebiasaan masakan asalnya. Kalaupun ada, masakan itu sudah disesuaikan dengan lidah masakan asal mereka. Contohnya, masakan Rendang dari Padang. Konon kabarnya, rasa pedasnya lebih menusuk dibandingkan rasa pedas masakan Rendang yang ada di warung-warung masakan Padang yang ada di Jambi. Mungkin seperti pedasnya sayur mercon dari Yogyakarta. Bisa dipastikan lambungku akan terbakar bila nekad mencicipnya.
Masakan berbumbu Tempoyak biasanya digunakan untuk hampir segala jenis ikan. Masaknya pun tidak sulit. Sangat gampang. Kenapa begitu? Tempoyak adalah bumbu utamanya. Tidak memerlukan bumbu-bumbu umum lainnya, seperti bawang merah dan bawang putih. Cukup tempoyak, garam, laos, serai dan daun salam saja, ditambah cabe bila ingin terasa pedas. Jika ingin menambah gurih, tambahkan sedikit gula pasir. Di Jambi, gula merah hampir tidak pernah digunakan untuk bumbu memasak lauk-pauk, terutama masakan khas Jambi. Mereka lebih suka menggunakan gula pasir. Tak ayal, aku pun menyesuaikan dengan model masakan Jambi untuk menu sehari-hari. Gula merah hanya untuk membuat semur dan kolak, tidak seperti masakan asalku, Jawa, yang melulu menggunakan bumbu gula merah.
Ikan yang pada umumnya dimasak dengan bumbu Tempoyak ialah Ikan Patin, Ikan Nila, Ikan Mas, Ikan Lele, Kerang dan Ikan Teri. Ikan laut mungkin ada yang dimasak bumbu Tempoyak, hanya saja aku belum pernah menemuinya. Itu saja yang aku ketahui tentang Tempoyak. Jika Anda penasaran dengan rasa bumbu ini, aku sarankan mampirlah ke Jambi untuk mencicipinya atau mencoba membuatnya sendiri degan membeli buah durian lalu diasamkan. Selamat Mencoba!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar