Kamis, 20 Maret 2008

Bait-bait Milik Abdurahman Faiz

Ayah Bundaku

Bunda
engkau adalah
rembulan yang menari
dalam dadaku

Ayah
engkau adalah
matahari yang menghangatkan
hatiku


Ayah bunda
kucintai kau berdua
seperti aku
mencintai surga

Semoga Allah menciu ayah bunda
dalam tamanNya terindah
Nanti

(Januari 2002)

Jalan Bunda

Bunda
engkaulah yang menuntunku
ke jalan kupu-kupu

(September 2003)

Ayah

I
Sedalam laut, seluas langit
cinta selalu tak bisa diukur
begitulah ayah mengurai waktu
meneteskan keringat dan rindunya
untukku

II
Ayah pergi sangat pagi
kadang sampai pagi lagi
tapi saat pulang
ia tak lupa menjinjing pelangi
lalu dengan sabar
menguraikan warnanya
satu per satu padaku
dengan mata berbinar

III
Waktu memang tak akrab
denganku dan ayah
tapi di dalam buku gambarku
tak pernah ada duka atau badai
hanya sederet sketsa
tentang aku, ayah, dan tawa
yang selalu bersama

(April 2004)

Penyair

Penyair memahat kata-kata
untuk orang-orang dewasa
dan menaburkan kata-kata
pada kanak-kanak sepertiku

Aku berloncatan menangkap huruf
sebagai isyarat
dan bait sebagai makna
kesetiaan yang kadang tak kumengerti

Aku memahat kata-kata
di bilik pembaca dewasa
mereka bertanya-tanya
yang mana titipan dewa

Aku menaburkan kata-kata
di kepala kanak-kanak
sebagai hujan, sebagai pasir
yang mereka tangkap sambil bermain

(Mei 2004)

Empat sajak yang paling kusuka karya Abdurrahman Faiz. Aku menemukan kumpulan puisi itu ketika nongkrong di jendela perpustakaan lantai atas, veteran 25. Tak kusangka sajak-sajak itu dibuat oleh seorang bocah berusia 8 tahun. Sangat berbakat. Tak kusangka pula, ia putra Helvy Tiana Rosa, pendiri FLP (Forum Lingkar Pena) yang kukenal melalui cerpen-cerpen yang ia lahirkan di Annida. Aku pun belum mampu menguraikan kata-kata seperti yang ia torehkan dalam "Aku Ini Puisi Cinta", begitu memesona, sederhana tapi mengalir menuju pusat kata. Si kecil Faiz menggambarkan puisi "... ada orang yang bahagia/saat mencipta puisi/sebab ia selalu tiba-tiba/berada di negeri para peri." Benarlah apa yang ditulis Agus R. Sarjono dalam pengantar buku itu bahwa si kecil Faiz memandang dunia jauh dari klise dan sangatlah metaforis. Si kecil Faiz kini beranjak dewasa, aku ingin mengenalnya sebagai seorang penyair muda yang menawan lewat bait-bait sajaknya. Aku ingin mengenalnya meski di dalam dunia maya. Aku mengagumi atas karya-karyanya. Aku berharap kelak dalam rahimku keluar bocah-bocah sepertinya. So, aku harus jadi orang yang hebat dan baik pula, amien. BANZAI! :D

Tidak ada komentar: